
Oleh: Christina Nawang Endah Pamularsih, Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNSOED Purwokerto Jawa Tengah.
CAHAYASIANG.ID, Opini – Media massa dan media sosial pasca-Pilkada 2024 dibanjiri dengan berita kemenangan telak Sherly Tjoanda dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Maluku Utara.
Bagaimana menjelaskan keberhasilan Sherly dalam memenangkan kontestasi itu meski ia harus menanggung beban tripel minoritas (Kristen, Tionghoa, Perempuan Politisi)?
Di mana letak kunci kemenangannya dalam sebuah pertarungan politik yang sangat kerap diwarnai dengan isu SARA?
Masyarakat awam mungkin akan beranggapan bahwa menjual kisah sedih yang menimpanya sebagai faktor keberhasilan Sherly dalam memenangkan kontestasi.
Calon Gubernur (Cagub) Maluku Utara (Malut), Benny Laos, suami Sherly, tewas dalam kecelakaan speedboat di Kabupaten Pulau Taliabu pada 12 Oktober 2024.
Sherly, secara mengejutkan, kemudian menggantikan posisi mendiang suaminya untuk maju sebagai Cagub.
Kunci keberhasilan Sherly mengatasi beban tripel minoritas yang harus ia emban adalah dengan mempraktikan marketing politik yang sophisticated, tidak hanya bermodalkan narasi soal kisah sedih hidupnya.
Fenomena Sherly dapat dianalisis melalui kerangka berpikir ilmu marketing yang lebih komprehensif.
Bruce I. Newman, lewat bukunya The Marketing of the President: Political Marketing as Campaign Strategy (1994), membantu menjelaskan kemenangannya.
Bruce I. Newman adalah pelopor dalam merumuskan aspek pemasaran dalam bidang politik. Meski konteks teorinya diambil dari pengalaman Amerika, khususnya pemilihan presiden Amerika tahun 1992, namun gagasan-gagasan dasarnya dapat diadaptasi untuk menjelaskan bagaimana memenangkan kontestasi politik di tempat-tempat lain, termasuk pemilihan gubernur di Indonesia.
Dan inilah beberapa gagasan dari Bruce I. Newman mengenai marketing politik, dengan mengambil beberapa konteks Indonesia sebagai contoh ilustrasi.
Sejumlah strategi kunci yang perlu diperhatikan mencakup STP...