CAHAYASIANG.ID, Manado – Vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Manado terhadap dua terdakwa mafia tanah, BT (Boyke Takasana) dan ET (Eduard Takasana), mendapatkan kritik tajam dari berbagai pihak. Keputusan hakim yang menjatuhkan hukuman 6 bulan masa percobaan selama 1 tahun tanpa penahanan dianggap tidak sesuai dengan semangat pemberantasan mafia tanah.
Kuasa hukum korban, Devie Tan, mengungkapkan kekecewaannya terhadap putusan ini. “Putusan tersebut mengecewakan karena dianggap tidak cukup serius dalam menindak kasus penyerobotan tanah Juliana Mongie Abuthan, pemegang SHM 53 di eks lahan Pasar Tuminting. “Ujar Devie Tan, (2/8/2924) Dia berharap Kejaksaan Tinggi dapat melakukan upaya banding terhadap keputusan tersebut.
Reaksi keras juga datang dari Satgas Anti Mafia Tanah (SAMT) Sulawesi Utara. Ketua SAMT Sulut, Rachmad Nugroho, yang juga menjabat Kabid Sengketa Kanwil ATR BPN Sulut, meminta JPU Kejati Sulut untuk melakukan banding. “Pengadilan Tinggi Manado dapat memberikan keputusan yang adil dan memberi efek jera bagi pelaku mafia tanah di Sulut. Ungkap Nugroho, seperti dilansir dari TribunNews.
Koordinator Serdadu Anti Mafia Tanah Sulut, Risat Sanger, juga menyatakan kekecewaannya. Ia menganggap putusan hakim yang ringan mencederai upaya keras tim SAMT dalam memberantas mafia tanah. Risat menegaskan bahwa Kejati Sulut harus melakukan banding karena vonis tersebut dianggap tidak sesuai.
Sementara Anggota DPRD Kota Manado, Fabian Kaloh, meski menghormati proses hukum, menyatakan bahwa vonis tersebut kurang tepat. “Hukuman ringan tidak akan menciptakan efek jera bagi pelaku mafia tanah. Fabian Kaloh menyarankan agar JPU mengajukan banding untuk mencari keadilan yang lebih sesuai di Pengadilan Tinggi.
Dengan berbagai reaksi dan tuntutan ini, diharapkan ada langkah hukum lebih lanjut untuk memastikan keadilan dalam kasus mafia tanah di Sulawesi Utara.(*Red)