CAHAYASIANG.ID, Jakarta -Akademisi FISIP Unsrat Ferry Daud Liando seusai menjadi narasumber pada Talk Show bertopik “Demokrasi Berkualitas Untuk Sulut Aman, Nyaman dan Sejahtera” di Hotel Aryaduta Manado, Sabtu (28/10/2023).

Pada Launching perdana Media Cetak CAHAYA SIANG, Dirinya menuturkan, Banyak data yang menunjukkan masih tingginya angka kemiskinan, pengangguran, tingkat kejahatan serta pelayanan publik yang sangat buruk.
“Ketidakmampuan tersebut disebabkan kegagalan negara dalam mengelola demokrasi,” kata Ferry Daud Liando.
5 Masalah Besar Demokrasi di Indonesia

Pertama, belum berfungsinya parpol sebagai penyedia calon-calon pemimpin politik.
“Calon yang diusung parpol kebanyakan tidak melewati proses kaderisasi dan seleksi yang baik. Pemilik modal, artis dan kerabat lebih mendominasi calon. Sebagian dari mereka tidak dibekali dengan kapasitas yang ideal dalam mengelola kekuasaan dengan baik,” ujar Ferry Daud Liando.
Kedua, biaya demokrasi terlalu mahal dan beresiko. Pemilu 2024 kemungkinan akan menelan anggaran 80 hingga 100 triliun.
“Angka tersebut diluar dari pembiayaan pilkada yang angkanya hampir sama. Biaya yang sangat mahal itu kerap tidak sebanding dengan hasil pemilu yang diperoleh. Banyak anggota DPR/DPRD dan kepala daerah yang terbatas kualitasnya dan sebagian ditangkap KPK karena koruptor,” sambung Ferry Daud Liando.
Ketiga, jumlah lembaga negara dan lembaga pemerintahan yang terlalu banyak. Fungsi-fungsinya jadi tumpang tindih.

“Misalnya kemendagri dan kemendes yang belum jelas kewenangan masing-masing. Kewenangan MK dan DPR RI, Kewenangan lembaga-lembaga pengawas seperti ombudsman, KASN, Komisi Informasi, Komisi Penyiaran, BPK, Komnas HAM, Komnas Anak dengan fungsi-fungsi pengawasan DPR. Kewenangan DPR diamputasi dengan berdirinya banyak komisi-komisi independen pedahal DPR banyak menguras anggaran APBN untuk gaji, tunjangan dan staf ahlinya,” lanjut Ferry Daud Liando.
Keempat, sebagian besar aktor politik motif berkuasa adalah untuk kepentingan kekayaan dan ststus sosial.
“Banyak yang ditangkap KPK dan kejaksaan karena koruptor,” beber Ferry Daud Liando.

Kelima, disparitas pembangunan masih sangat menonjol.
“Jawa masih merupakan anak emas para elit, sementara pulau-pulau lain belum dilakukan setara. Sulut sangat dirugikan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat selama ini. Infrastruktur masih menyulitkan masyarajat dalam beraktifitas,” ungkap Ferry Daud Liando. (DYW).