CAHAYASIANG.ID, NASIONAL – Uskup Agung Jakarta Romo Kardinal Ignatius Suharyo memberikan respons terkait sejumlah akademisi di berbagai kampus yang mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) jelang Pemilu 2024.
Menurutnya, dalam sejarah umat kristiani kerajaan disamakan dengan kekuasaan.
“Dalam sejarah itu selalu ada kerajaan. Dan kerajaan itu sama dengan kekuasaan. Dan kita semua tahu semua kekuasaan itu berbahaya kalau tidak dijalankan dengan baik,”kata Romo Ignatius di Graha Oikoumene, Salemba, pada Senin (5/2/2023) yang lalu.
Oleh karena itu,jika sang raja dinilai tidak bagus maka muncul nabi-nabi yang menyerukan keadilan. Hal itu pun sama dengan tindakan yang dilakukan oleh akademisi Indonesia yang prihatin atas kondisi demokrasi Indonesia saat ini.
“Saya kira setiap zaman pasti seperti itu. Jadi kalau para akademisi itu menyerukan seruan moral itu tanggung jawab mereka, dan jelas ditujukan pada institusi yang memegang kekuasaan,” kata dia.
Terakhir dia berharap agar seruan tersebut dapat didengarkan. Karena jika tidak didengarkan akan menyumbangkan pemimpin tersebut.
“Semoga seruan seperti itu didengarkan, harapannya itu. Nanti kalau tidak di dengarkan, ya dalam sejarah juga jelas, ketika kekuasan tidak mendengarkan kritik-kritik bahayanya adalah tumbang,” tutur dia.
Sebelumnya, sejumlah kampus dan perkumpulan akademisi menuntut penegakan demokrasi yang dinilai kian luntur menjelang berlangsungnya pemungutan suara Pemilu 2024 pada 14 Februari nanti.
Gelombang tuntutan dari kalangan intelektual ini mulai bergulir sejak akhir Januari lalu, tepatnya ketika civitas academica Universitas Gadjah Mada (UGM) mendeklarasikan Petisi Bulaksumur sebagai respons keprihatinan sekaligus kekecewaan terhadap manuver politik yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Aspirasi para akademisi UGM dilontarkan dalam bentuk petisi yang dibacakan pada Rabu (31/1/2024) yang lalu di Balairung UGM, Yogyakarta.
Petisi Bulaksumur yang ditujukan kepada Jokowi menyoroti penyimpangan demokrasi yang dilakukan oleh sang presiden, yang merupakan alumnus Fakultas Kehutanan UGM.
Petisi tersebut menyebutkan beberapa kasus yang menjadi catatan, antara lain pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK), keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses demokrasi, hingga pernyataan Jokowi tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik yang dinilai kontradiktif.
Usai deklarasi petisi dari UGM itu, beberapa kampus turut menyatakan sikap serupa, baik dalam rupa mimbar akademik maupun pernyataan resmi. Setidaknya 25 kampus yang menyuarakan pandangannya.
Sementara itu, beberapa perguruan tinggi juga disebut akan menyampaikan pernyataan sikap terkait situasi menjelang Pemilu 2024 dalam beberapa hari ke depan. (***)