Oleh: Denny Januar Ali (Denny JA)
CAHAYASIANG.ID, Opini – “Buruk rupa, cermin dibelah.” Tak tahan melihat wajah kita sendiri di cermin, wajah yang tak kita inginkan, bukan wajah itu yang diperbaiki, tapi cerminnya yang dipecahkan.

Peribahasa inilah yang teringat ketika kita melihat serangan bertubi-tubi kepada Kompas, akibat pengumuman hasil survei mengenai calon presiden.
Kompas memberitakan. Di awal desember 2023, elektabilitas Prabowo- Gibran menanjak, meleset tinggi sekali ke angka 39,3%.
Jarak elektabilitasnya jauh sekali, berselelisih 20% lebih dibandingkan elektabilitas pasangan Anies – Muhaimin yang diangka 16,7% saja, dan Ganjar- Mahfud yang diangka 15,3%.
Prabowo di urutan pertama. Kedua dan ketiga untuk Anies dan Ganjar, yang bersaing dalam selisih margin of error.
Setelah itu bertubi-tubi serangan kepada Kompas di med-sos dan aneka grup WA. Misalnya: “Terjawab sudah, kepala Libang Kompas ditelepon Jenderal bintang 7.” Disebarkan isu survei Kompas ini diintervensi seorang jenderal.
Ini judul yang lain lagi: “Survei Kompas ternyata pengkondisian.” Judul yang berbeda lainnya: “Survei Kompas dikerjakan oleh Tim Hantu.” Dibentuk isu bahwa ketika riset dilakukan, ada pengkondisian oleh pihak luar yang berkuasa, untuk mengatur hasil survei.
Serangan itu sengaja disebar luaskan untuk menyatakan ada salah denga survei Kompas soal capres. Bagaimana menjelaskan ini?
Bagi kita yang sudah lama berkecimpung di dunia survei opini publik untuk pemilu presiden, tak ada yang salah dengan survei kompas.
Elektabilitas tiga pasang capres yang diumumkan Kompas itu sebanding dan konsisten dengan lembaga survei lainnya, yang KREDIBEL, juga di momen yang sama, di awal Desember 2023.
Lembaga survei yang sudah beberapa kali hadir dalam pemilu presiden, yang akurasinya bisa dilacak di Google, memberikan hasil elektabilitas capres yang mirip.
Antara lain, survei LSI Denny JA, yang juga...