CAHAYASIANG.ID – Jakarta // Indonesia adalah satu-satunya negara G20 yang belum bergabung di organisasi anti pencucian uang, Financial Action Task Force (FATF). Hal ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengungkapkan dalam Webinar yang diselenggarakan oleh OJK, Rabu (23/2/2022).
“Indonesia harus memperoleh penilaian yang baik dalam MER (Mutual Evaluation Review) FATF sebagai syarat agar diterima menjadi anggota FATF. Indonesia saat ini merupakan satu-satunya negara G20 yang belum menjadi negara anggota FATF,” kata Mahfud
Ia menambahkan status keanggotaan Indonesia di FATF baru sebatas sebagai observer. Indonesia belum bisa bergabung ke dalam karena belum menyelesaikan seluruh rekomendasi organisasi tersebut.
“Kesuksesan Indonesia di dalam MER FATF membutuhkan peningkatan kepatuhan Indonesia terhadap rekomendasi FATF yang meliputi berbagai bidang dalam program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme yang biasa kita singkat di Indonesia APU PPT, termasuk tentu pada perkembangan teknologi baru atau new technologies,” ungkapnya
Mantan Ketua MK inipun berharap pemahaman dan kesiapan Indonesia untuk meningkatkan kepatuhan terhadap rekomendasi FATF dapat ditingkatkan, khususnya pada immediate outcomes 3 dan rekomendasi 15 tentang bagaimana lembaga pengawas dan pengatur (LPP), termasuk OJK dalam hal ini dapat meningkatkan kepatuhan penyedia jasa keuangan (PJK), dan penyedia aset virtual pada persyaratan APU PPT berbasis risiko.
“APU PPT tahun 2021, FATF menyatakan komitmennya untuk mendukung perkembangan teknologi baru dan memastikan bahwa penerapan program APU PPT tetap relevan dan efektif yang berbasis risiko dan sejalan dengan percepatan transformasi digital,” jelas Mahfud.
Lanjut Mahfud Indonesia telah memperbaharui penilaian risiko APU PPT dalam dokumen penilaian risiko nasional (national risk assessment/NRA) tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) yang holistik pada 2021. Dokumen NRA tersebut, diterangkannya telah mencantumkan kajian risiko pada teknologi baru sehingga OJK dan seluruh PJK dapat menerapkan kepatuhan APU PPT yang berbasis risiko sesuai dengan hasil NRA tersebut.
“Indonesia juga telah memperkuat kerja sama nasional untuk meningkatkan efektivitas program APU PPT melalui penetapan dan pelaksanaan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT,” papar Menkopolhukam
Mahfud berharap pemahaman dan sinergi antara OJK selaku Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) penyedia jasa keuangan, dan kementerian atau lembaga dapat diperkuat terkait APU-PPT dalam hal-hal strategis.
“Setidaknya ada 5 hal yang ditekankan Mahfud, pertama penguatan regulasi yang mengatur berbagai bentuk teknologi baru secara holistik dalam lingkup APU PPT, kedua pemahaman mengenai teknologi baru secara komprehensif terkait dengan penerapan 5 pilar APU PPT. Ketiga pendalaman untuk dapat mengantisipasi berbagai peluang dan tantangan dalam penggunaan teknologi baru dalam lingkup APU PPT dari perspektif nasional dan global, termasuk teknologi baru yang terkait dengan isu keamanan siber dan kejahatan siber. Kemudian yang keempat elaborasi penggunaan teknologi baru agar PJK dapat menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) secara digital dan verifikasi digital. Terakhir, pemahaman dampak teknologi baru pada peningkatan efektivitas program APU PPT, meliputi regulatory technology (RegTech) dan supervisory technology (SupTech) dan solusi digital untuk PMPJ secara elektronik.” Ujar Mantan Menteri Pertahanan di Era Presiden Gusdur ini. (detikfinance)