Thomas juga menyebutkan beberapa kendala dalam proses demokrasi di Indonesia, terutama pada pelaksanaan pemilu, yang diwarnai oleh praktek negatif seperti money politik,
ia juga membandingkan prosess demokrasi di Indonesia dengan beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Thailand dan Filipina yang memiliki persoalan serupa yang membuat demokrasi tidak terlaksana dengan baik, jika dibandingkan dengan di negara-negara barat serta di Amerika Serikat.
Pembahasan yang tidak kalah menarik dipaparkan pembicara kedua yaitu Dr. George Tawakkal, yang memaparkan penelitiaanya terkait pelaksanaan pemilihan kepala desa atau Pilkades.
George mengatakan bahwa menurut hasil survey yang dilakukannya di Jawa menemukan bahwa masyarakat lebih tertarik dengan Pilkades. Bahkan menurutnya, money politic yang terjadi dalam Pilkades, tidak berdampak banyak tehadap hasil pemilihan, berbeda dengan Pilkada, Pilpres maupun Pileg.
“Di Pilkades, masyarakat memelih calon yang dikenal, yang sering dilihat dan ditemui,” sebutnya.
George menyebut banyak faktor yang membuat Pilkades lebih diminati dibanding proses pemilu lain. Salah satunya adalah orang yang mencalonkan diri adalah orang dari desanya sendiri karena hampir tidak ada calon dalam Pilkades yang berasal dari desa atau daerah lain.
Hal inilah yang membuatnya mengatakan bahwa proses demokrasi di Indonesia tidak selamanya buruk, apalagi di identikkan dengan money politic. “Karena menurut survey kami, money politic dalam Pilkades tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan warga yang akan memilih. Banyak yang dikorbankan warga untuk memilih dalam Pilkades termasuk rela tidak bekerja maupun pulang ke kampung untuk memilih,” jelas George.
Seminar ini diikuti oleh Dekan Dr, Ferry Liando serta para dosen dan mahasiswa FISIP Unsrat. (ak)