(CAHAYAAIANG.ID) MINAHASA UTARA – Kasus fingerprint yang terjadi di Dinas Pendidikan Minut oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Minahasa Utara ditutup oleh karena tidak ditemukan pelanggaran hukum atas laporan yang diajukan salah satu ASN Minut berinisial RP.
Hal ini disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Yohanis Priyadi SH MH melalui kepala Seksi Intelejen Fransiscus Juan Palempung SH kepada wartawan, Kamis, (28/04/2022) di kantor Kejaksaan.
Dalam lketerangannya Kasi Intelejen, pihaknya telah melakukan pemanggilan kepada sejumlah pihak yang terdiri dari Kepala Dinas Pendidikan non-aktif Olfy Kalengkongan, Sekertaris merangkap Plt. Kepala Dinas Pettra Enoch, Mantan Bendahara Dinas Merly Manewus yang saat ini sudah menjabat Kepala Seksi Perencanaan, Bendahara Dinas Olga Ngongoloy dan Anderson selaku pihak yang mengumpulkan, serta kepala BKPSDM Styvi Watupongoh.
“Pemanggilan ini adalah untuk diwawancarai terkait dengan pengumpulan data dan keterangan soal pemungutan dana yang dilakukan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Minahasa Utara tahun 2022, dalam rangka pembayaran finger print,” jelas Palempung.
Kepala BKPSDM dipanggil, karena Fingerprint ini berawal dari BKPSDM. Dijelaskannya, bahwa pada tahun 2018 silam awal pengadaan alat Fingerprint tersebut sebanyak 35 buah untuk didistribusikan ke SKPD.
“Setalah alat Fingerprint ini sudah berada di SKPD masing-masing, maka tiap SKPD ini menganggarkan biaya aplikas absensi.
Dari hasil klarifikasi, dinas pendidikan terlambat menganggarkan biaya tersebut lantaran adanya perubahan sistem baru pengelolaan keuangan daerah dari SIMDA ke SIPD. Sehingga, untuk bulan Januari dan Februari tahun 2022 tidak ada anggaran untuk biaya tersebut, sehingga dinas pendidikan mengambil kebijakan bersama lewat apel yang pimpin waktu itu Sekertaris Dinas saat ini sudah menjabat Plt Kadis Petra Enoch. Kebijakan itu diambil agar dapat menanggulangi biaya absensi menggunakan alat Fingerprint yang terintegrasi ke BKPSDM. Sebab, kalau absensi tidak masuk, maka TKD tidak bisa dicairkan,” ungkapnya.
Lebih jauh dijelaskan, jika pengumpulan biaya tersebut untuk menanggulangi iuran E-Absen Global yang merupakan pihak ketiga yang menangani aplikasi absensi yang terintegrasi dengan BKPSDM, bahwa untuk pembayarannya, dari SKPD melalui Badan Keuangan dibayarkan langsung kepada pihak ketiga tersebut.
“Hasil pemeriksaan kami, jika ada pembayaran mandiri dan kalau anggarannya sudah ada barulah itu dikembalikan. Saya mencontohkan, kalau kita gunakan indi-home. Tentu, kalau sudah tidak bayar, maka secara otomatis internet akan terkunci,” ungkapnya.
Lanjut dikatakan Palempung, jika hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Minut, bahwa tidak ditemukan suatu pelanggaran hukum atas laporan Fingerprint tersebut.
“Hasil pemeriksaan kami dari pihak Kejaksaan Negeri Minut, bahwa laporan Fingerprint ini tidak terbukti adanya pelanggaran hukum. Dan karena tidak ditemukan pelanggaran hukum, maka kasus ini kami tutup. Namun, tidak menutup kemungkinan kalau ditemukan adanya bukti baru akan kita buka kembali,” imbuh Palempung.
Diketahui, pada pertengahan Februari 2022 lalu, Kabupaten Minahasa Utara di Dinas Pendidikan dihebohkan dengan adanya dugaan pungutan liar membayar Fingerprint. Sementara, hasil pemeriksaan Inspektorat dalam yakni Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), tidak menemukan adanya pungutan. Sebab, klasifikasi pungutan sebagaimana dikatakan Inspektur Minut Umbase Mayuntu, adalah untuk menguntungkan diri sendiri dan kelompok serta dengan tujuan memperkaya diri. Demikian pula hasil yang sama dalam hearing dengan Komisi I DPRD Minut tidak ditemukan pelanggaran. (Rub)