CAHAYASIANG.ID, MINAHASA – Rencana kegiatan pengeboran panas bumi yang akan dilaksanakan oleh PT Geotermal Pertamina di Desa Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa mendapat penolakan dari berbagai elemen masyrakat. Adalah Kelompok Pelestarian Sumber Daya Alam (KPSDA) Ta’aretes Desa Tumaratas dan LSM Lestari Bumi Hijau (LBH) yang diketuai oleh Brivy Lotulung mengajukan protes keras.
Dipimpin Ketua LBH dan pengurus teras KPSDA Ta’aretes Wandy Oroh Minggu, (30/01/2022) sejumlah anggota LBH dan KPSDA Ta’aretes serta sebagian warga desa melakukan aksi menandatangani petisi penolakan atas rencana pemerintah melakukan pengeboran di atas sebuah baliho. Selanjutnya mereka memasang baliho pernyaataan penolakan di atas tanah seluas sembilan hektar areal yang terletak di desa Tumaratas yang merupakan lokasi akan dilaksanakannya kegiatan pengeboran.
“Kami tegas menolak kegiatan ini karena dikuatirkan akan sangat beordampak bagi ketersediaan air permukaan untuk lahan pertanian di sekitarnya,”tukas Wandi yang di kalangan pecinta alam dikenal kukuh membela kepentingan pelestarian alam.
Lanjut dikatakannya, Penjabat Hukum Tua Desa Tumaratas Grace Woran bukan melakukan sosialisasi tapi langsung menyampaikan bahwa tahapan kegiatan ini akan segera dimulai bukan merupakan tahap awal sosialisasi kegiatan.
Bahkan menurut informasi yang didapat pada Rabu, (02/02/2022) sudah akan dilakukan pengukuran bidang tanah milik petani sebagai persiapan pembebasan lahan.
Hal senada dikatakan Brivy Lotulung, menurut dirinya, setiap kegiatan pembangunan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta seyogyanya harus dibarengi dengan kegiatan amdal mulai dari kuisioner yang diajukan kepaada masyarakat, ijin gangguan, penyusunan dokumen amdal serta pengesahannya.
“Intinya kami menolak kegiatan ini, karena berpotensi merusak lingkungan. Kegiatan harus dihentikan dan harus ada kajian amdal yang ramah lingkungan dan bisa memberi rasa nyaman dan aman kepada masyarakat Desa Tumaratas,” tegas Lotulung.
Terpisah, Penjabat Hukum Tua Desa Tumaratas Grace Woran saat didatangi sejumlah elemen LBH dan KPSDA Ta’aretes dikediamannya mengaku bahwa dasar hukum dari kegiatan ini jelas berjenjang mulai dari Peraturan Menteri ESDM tentang proyek strategis nasional tahun 2010, ijin Menteri ESDM tentang penegasan wilayah kerja panas bumi tahun 2012, amdal unit 5-6 dan 7-8 2018, ijin lingkungan Gubernur Sulut dan Bupati Minahasa tahun 2018, Keputusan Menteri ESDM tentang Objek Vital Nasional (obvitnas) tahun 2019 dan konfirmasi kesesuaian pemanfaatan ruang 2021.
“Saya sebagai ASN tentunya harus taat dan loyal terhadap atasan. Apa yang diperintahkan Bupati Minahasa melalui Camat Langowan Barat harus saya laksanakan. Keberatan dari bapak ibu sekalian terhadap rencana kegiatan ini tentunya akan kami sampaikan kepada bupati dan camat sebagai atasan kami,’ tukas Grace sambil menunjuksn dokumen dasar hukum kepada media ini.
“Pengeboran akan dilakukan 2000 sampai 3000 meter ke dasar bumi dan tidak akan mengganggu ketersediaan air yang ada di 200 meter permukaan tanah,” terang Penjabat Hukum Tua.
Dirinyapun membantah apabila ada praktek pembebasan tanah oleh oknum pihak ketiga sebelum pelepasan hak atas tanah digelar secara resmi antara petani pemilik lahan. Sebelumnya disinyalir oleh warga, bahwa ada pembayaran tanah yang dilakukan oleh oknum tertentu memanfaatkan rencana pelepasan hak atas lahan yang akan dilakukan pihak Geotermal Pertamina.
“Tidak ada itu praktek broker tanah dalam kegiatan ini,” tukas Woran. Dirinya mengaku hal itu merupakan isu liar yang sengaja dihembuskan.
Sementara itu Edy Manitik(82) warga Desa Tumaratas jaga 7 mengaku terpaksa merelakan hak atas lahannya.
“Saya terpaksa, sebab jika tidak lahan saya akan dipagari tembok, dan saya tidak bisa lagi masuk untuk bertani karena saya dikepung dengan lahan lainnya. Harga yang mereka tawarkan adalah Rp 130 ribu per meter persegi,” tukas pemilik lahan 1 ha ini.
Informasi yang didapat, hari Rabu, (02/02/2022) tim aprasial dari pihak Geotermal akan mulai melakukan pengukuran sekira 50 bidang tanah untuk pembebasan tanah. Ke-50 bidang tanah tersebut, 30 milik warga Desa Tumaratas dan 20 lahan milik warga Desa Kamanga.
Sedangkan KPSDA Ta’aretes, LBH, Pemerhati Lingkungan Nova Kamuh, Tokoh Masyarakat Marthen Oroh, Steven Wurarah warga Desa Tumaratas Jaga 7, dan sejumlah elemen masyarakat Desa Tumaratas kompak mengatakan akan menurunkan lebih banyak lagi warga untuk melakukan aksi penolakan pengeboran panas bumi ini.
“Kami tetap menolak, sebelum ada sosialisasi langsung kepada masyarakat terkait dampak lingkungan akibat kegiatan ini,” tandas Lotulung.
“Kegiatan ini hendaknya dihentikan dulu, tolong berikan kesempatan kepada masyarakat untuk berdialog dengan pemerintah terutama dengan pihak Geotermal terkait semua hal tentang kegiatan ini. Ini tentunya sangat bermanfaat agar warga merasa nyaman dan aman untuk selanjutnya berdampingan dengan kegiatan pengeboran yang pastinya akan sangat berdampak pada kehidupan warga Desa Tumaratas dan sekitarnya,” kunci Nova yang adalah salah satu pengurus teras FKPA (Forum Komunikasi Pecinta Alam) Sulut. (Rub)