
CAHAYASIANG.ID, NASIONAL – Dua bank pelat merah dari Indonesia yakni PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) Secara kompak telah mengakui bahwa likuiditas perbankan semakin ketat. Bahkan kondisi likuiditas ketat ini kini menghantui industri perbankan RI.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama BNI Royke Tumilaar. Menurutnya, suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) yakni FFR (Fed Fund Rate) bertahan di posisi 5,5%.
“Suku bunga tinggi tersebut diperkirakan bakal higher for longer atau bertahan tinggi dalam waktu yang lama. Hal ini berdampak terhadap nilai tukar rupiah yang semakin melemah. Implikasinya ke Indonesia rupiah pun tidak imun.” Ujar Tumilaar saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (8/7/2024).
Lanjut orang nomor satu di BNI ini, akibat suku bunga yang tinggi tersebut membuat terdepreasi.
“Sehingga terdepreasi sampai 21 Juni 2024 Rp16.450 ytd (year to date), hingga akhir Juni melemah 6,4%, lebih dalam dari pada rata-rata negara berkembang lainnya 5,3%,” ungkapnya.
Tumilaar melanjutkan, meskipun mata uang garuda kian melemah terhadap dolar AS, Royke mengatakan investor asing mulai masuk ke RI. Hal ini terlihat dari portofolio net inflow sebesar US$2 miliar ke pasar finansial per semester I-2024.
“Dimana SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) kali ini merupakan tujuan utama bagi mereka net inflow sebesar US$4,1 miliar year to date, di sisi lain investor asing mencatat outflow dari pasar obligasi dan pasar saham total US2,1miliar,” terangnya.
Guna menahan tren pelemahan rupiah, Bank Indonesia (BI) menaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis pon (bps) pada April 2024 menjadi sebesar 6,25%. Ini kemudian berdampak kepada suku bunga SRBI yang naik sebesar 65 bps.
Keadaan ini menarik aliran dana asing dan menstabilkan rupiah, tetapi di saat yang bersamaan likuiditas rupiah terserap besar melalui instrumen operasi pasar terbuka yang saat ini Rp890 triliun. Jumlah itu 3 kali lipat dari posisi pra pandemi, yang mana SRBI 70% dari total operasi pasar terbuka.
“Kesimpulannya Pak, liquidity agak ketat,” ucap Royke di hadapan para Anggota Komisi VI DPR.
Senada, Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu pada kesempatan yang sama menyatakan saat ini likuiditas mahal.
Akibatnya, bank pelat merah yang fokus pada segmen perumahan itu telah memangkas target pertumbuhan kredit tahun ini menjadi hanya 10-12%. Per kuartal I-2024, pertumbuhan kredit BTN tercatat sebesar 14,8% yoy.
Terkait fenomena tersebut, Ketua Harian Dewan Pengurus Besar Ormas Adat dan Budaya Waraney Tanah Toar Lumimuut James Lembong, S.Sos angkat bicara.
“Semua Perbankan di RI harus memutar otak menjawab Fenomena ini. Bank Himbara yakni BNI dan BTN sudah mengakui bahwa likuiditas perbankan semakin ketat. Ini sebenarnya menjadi warning bagi Perbankan lainnya. Baik itu Himbara, BUMN, Bank Swasta atau Bank BUMD milik Pemerintah. Kalau di Sulut itu ada Bank SulutGo.” Ujar Om Petu sapaan akrabnya, Kamis (11/07/2024).
Aktivis Sulawesi Utara jebolan Fisip Unsrat ini menambahkan bahwa saat ini para Investor sangat kesulitan keuangan.
“Uang cash bagi investor saat ini, itu sangat teramat sulit. Bisa kita lihat, banyak kasus-kasus rekening bank yang terblokir. Saya pribadi bertanya-tanya, kenapa itu diblokir? Ada apa? Apakah karena ada modus pencucian uang? Itu yang saat ini sedang dan sementara saya dan tim selidiki. Apakah karena para investor besar tersebut memiliki hutang? Ataukah yang yang diputar di bank tersebut merupakan yang siluman?” tanya Lembong.
Perintis Grup Penggiat CCA Sulut ini berharap seluruh stakeholder dan Perbankan RI untuk jangan menutup mata.
“Semua masalah pasti ada solusinya. Termasuk kondisi likuiditas ketat ini yang saat ini sudah menghantui industri perbankan RI. Jika Perbankan pun acuh tak acuh atau tutup mata, maka kemungkinan besar Ekonomi kita akan goyah atau DANGER” tutup Lembong. (*Red)