
CAHAYASIANG.ID, Sulut – Apa itu Era Post-truth? Istilah ” post-truth” menggambarkan suatu kondisi dimana fakta objektif menjadi kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan emosi dan keyakinan pribadi.
Dalam era ini; Pertama, Opini sering dianggap lebih penting daripada bukti. Kedua, Kebenaran bisa dikaburkan oleh narasi yang terdengar meyakinkan, meski tidak benar. Ketiga, Media sosial memperkuat gelembung informasi, membuat orang hanya mendengar apa yang ingin mereka dengar.
Perlu digarisbawahi, Ini adalah tantangan besar, terutama bagi iman yang berakar pada kebenaran sejati.
Bagaimana Gereja Hadir di Tengah Dunia yang Bingung?
- Banyak umat yang merasa lelah dan bingung dengan banjir informasi.
- Kebenaran iman dianggap kuno atau tidak relevan oleh generasi digital.
- Media digital sering kali di isi dengan narasi meyesatkan atau provokatif.
Gereja tidak boleh terjebak dalam kompetisi narasi. Gereja dipanggil untuk menjadi cahaya yang menuntun orang kepada kebenaran, bukan dengan suara keras, tetapi dengan kesaksian hidup.
Apa Kata Paus Fransiskus di Hari Komsos 2025?
Paus Fransiskus, dalam pesan Hari Komunikasi Sosial Sedunia 2025, menekankan pentingnya komunikasi yang berakar pada kebenaran, disampaikan dengan kasih dan kerendahan hati.
Beliau menegaskan; Pertama, Komunikasi bukan hanya soal menyampaikan informasi, tetapi membangun relasi dan pemahaman. Kedua, Dunia tidak kekurangan suara, tapi kekurangan keheningan yang penuh makna. Ketiga, Komunikator sejati bukan mereka yang paling banyak bicara, melainkan mereka yang hadir dengan integritas.
Paus Franiskus mengajak umat menjadi saksi kebenaran melalui komunikasi yang membangun, bukan memecah-belah.
Kita Dipanggil jadi Komunikator Iman yang Sejati
Setiap orang beriman, termasuk kaum muda dipanggil untuk menjadi komunikator kebenaran. Bukan hanya lewat mimbar, tetapi lewat kehidupan sehari-hari dan kehadiran di dunia digital.
Contoh Konkret:
- Berhenti sejenak sebelum membagikan berita. Apa itu benar? Apakah itu membangun?
- Gunakan media sosial bukan untuk meyerang, tetapi untuk menyapa dan menguatkan.
- Belajar mendengarkan dengan hati, bukan merespon dengan reaksi cepat.
Kebenaran tidak selalu populer, tetapi tetap harus disuarakan, dengan bijak dan penuh kasih.
Kebenaran Tidak Perlu Diteriakan, Tapi Dihidupi
Gereja tidak cukup hanya berbicara tentang kebenaran, tetapi harus menjadi komunitas yang menghidupi kebenaran. Itu berarti; Pertama, Menjadi teladan dalam komunikasi yang jujur dan membangun. Kedua, Mendidik umat untuk memiliki daya kritis dan hati yang peka. Ketiga, Menyediakan ruang-ruang dialog yang sehat dan inklusif.
Harus ditekankan, Gereja yang hidup dalam kebenaran akan menjadi terang yang memandu banyak orang dari kebingungan era post-truth. (Deon)




