(CAHAYASIANG.ID) Jakarta – Pemberitaan BBC Indonesia menyebutkan, angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia mencapai 100 orang dalam sehari. HIngga Jumat (11/02), angka ini merupakan peningkatan 25 kali lipat dari 6 Januari lalu, ketika jumlah kematian sebanyak empat orang per hari.
Laporan Covid-19 menyebut, dengan kasus terus naik dan tren kematian juga “terus meningkat”, inilah fase bahaya terselubung yang menghanyutkan kewaspadaan kita.”
“Ditambah asumsi bahwa situasi sudah aman. Sebaliknya, kondisi ini akan mulai terlihat keparahannya ketika penularan kasus baru sudah semakin tidak terkendali dan kapasitas rumah sakit semakin menipis sebagaimana gelombang varian Delta memberikan hantaman keras bagi keselamatan masyarakat,” tambah Lapor Covid-19.
Profesor Tjandra Yoga Aditama, selaku mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan mantan Dirjen P2P & Kepala Balitbangkes Kementerian Kesehatan, menyatakan ada beberapa negara yang angka kematian total pada saat dilanda varian Omicron lebih tinggi daripada ketika negara itu menghadapi varian Delta.
Dia lantas merujuk artikel World Economic Forum bertajuk “If Omicron is less severe, why are COVID-19 deaths rising?”. Artikel itu mencontohkan bahwa pada 28 Januari 2022, Australia mengalami jumlah kematian sehari paling banyak selama pandemi Covid-19, yaitu hampir 100 orang. Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang sewaktu Australia dihantam varian Delta.
Data lain menunjukkan bahwa di Korea Selatan angka kematian tertinggi harian terjadi pada 22 Desember 2021, yaitu 109 orang. Sebelumnya angka kematian tertinggi di Korea Selatan sebelum gelombang sekarang ini adalah pada 28 Desember 2020, yaitu 40 orang wafat.
“Lebih tingginya angka kematian ini bukan karena Omicron lebih mematikan, tetapi karena jumlah kasus akibat Omicron di negara-negara itu naik amat tinggi sehingga walaupun proporsi kematian lebih kecil daripada Delta tapi angka mutlaknya tetap besar,” papar Profesor Tjandra Yoga Aditama dalam pesan yang diterima BBC News Indonesia, pada Sabtu (12/02).
Profesor Tjandra, yang kini menjabat direktur pascasarjana Universitas YARSI dan Guru Besar FKUI, merekomendasikan pembatasan sosial, menerapkan pembelajaran jarak jauh bagi pelajar, memperluas cakupan vaksinasi, memberlakukan 3T (tes, telusur, dan treatment), serta mempersiapkan rumah sakit.
Soal pembatasan sosial, pemerintah telah menaikkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) menjadi level 3, Senin (7/2). Kebijakan yang sama juga berlaku untuk Bandung Raya, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Bali.
Khusus mengenai mempersiapkan rumah sakit, dia menekankan lima aspek, yakni ketersediaan tempat tidur dan ruang rawat, obat dan alat, sistem kerja yang aman, sistim rujukan yang cermat, serta ketersediaan dan sistem kerja yang baik bagi tenaga kesehatan.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Brian Sri Prahastuti mengatakan, faskes-faskes rujukan saat ini sudah menambah kapasitas tempat tidur dan ICU dengan membuat tenda RS darurat dan mengonversi ruang rawat biasa menjadi ruang isolasi COVID-19 dan ICU. Selain itu, juga ada penambahan stok obat dan alat kesehatan.
“Jumlah nakes, baik dokter maupun perawat, terus ditambah dengan pengaturan sif sedemikian rupa. Dengan demikian, jika ada nakes yang kelelahan atau terpapar, bisa segera teratasi,” tutur Brian sebagaimana dilaporkan kantor berita Antara.
Untuk faskes primer, kata Brian, lebih difokuskan pada penanganan dan pantauan pasien tanpa gejala dan bergejala ringan. “Dengan begitu RS hanya menangani kasus sedang, berat, dan kritis. Ini strateginya,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Brian juga mengungkapkan bahwa pemerintah mengaktifkan kembali pembiayaan kasus COVID-19 untuk insentif nakes, penyediaan obat, dan perawatan pasien Covid-19, termasuk merekrut dokter untuk ditempatkan di RS darurat, RSUD, dan puskesmas.
Bagaimanapun, situasi Covid hari ini masih belum pada puncaknya, seperti yang diprediksi Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin. Dalam beberapa kesempatan ia mengestimasi puncak kasus Covid gelombang ketiga akan terjadi pada akhir Februari.
“Kita masih belum tahu berapa puncaknya di Indonesia, yang perkiraan kami akan terjadi di akhir Februari,” kata Menkes Budi Gunadi beberapa waktu lalu.
Ia juga mengestimasi jumlah kasus harian periode Omicron bisa lebih tinggi hingga enam kali lipat dari varian Delta.
Bisa tiga kali sampai enam kali dibandingkan puncak Delta. Di mana puncaknya Delta di Indonesia 57.000 kasus per hari,” tambah Menkes Budi yang juga mengatakan prediksi ini diambil dari kasus-kasus di beberapa negara lain.
Ia juga mengimbau masyarakat, “Kami minta tolong tetap waspada. Tolong tetap hati-hati. Kalau tidak perlu sekali berkerumun atau mobilitas, yuk kita kurangi.”
Bagaimanapun, dalam situasi terkini pemerintah mengambil kebijakan mempertahankan sekolah tatap muka, termasuk mengurangi jumlah hari karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri dari tujuh hari menjadi lima hari.. (bbc/red)