CAHAYASIANG.ID, BITUNG – Wakil Wali Kota Bitung, Hengky Honandar SE, sekaligus calon Wali Kota Bitung tak bergeming ketika menanggapi sejumlah praktisi hukum terkait dugaan pelanggaran UU Pilkada.
Menurut Honandar, laporan terkait pencalonan dirinya, hal biasa dan merupakan bagian dari demokrasi yang harus kita hormati bersama. Tidak perlu ditanggapi berlebihan.
“Semua proses kita serahkan saja kepada pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan persoalan tersebut,” ungkap Hengky.
Laporan yang dilayangkan sejumlah praktisi hukum kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu Kota Bitung terkait pelanggaran undang-undang (UU) nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Pada undang-undang tersebut pasal 71 ayat 2 berbunyi Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota, dilarang melakukan pergantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Hal ini juga ditanggapi Praktisi Hukum, Vebry Tri Haryadi SH, Sabtu (29/8/2025). Menurutnya, Hengky Honandar tidak ikut terlibat dalam pelantikan pejabat pada 22 Maret 2024, karena tidak mengetahui ataupun menyetujui pelantikan tersebut.
“Sebagai Wakil Wali Kota Pak Hengky Honandar tidak pernah dilaporkan soal pelantikan itu. Wali Kota selaku kepala daerah dan Badan Kepegawaian tidak pernah menginformasikan jika ada pelantikan, Paraf koordinasi pun tidak ada, jadi bagian mana yang dilanggar,”ujar Ketua Projo Sulaweni Utara (Sulut) dan juga Praktisi Hukum ini.
Pengacara muda yang energik ini juga menambahkan, sebelum Hengky Honandar memutuskan untuk maju di Pilkada Kota Bitung sebagai calon Wali Kota, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri terkait persoalan tersebut.
“koordinasi berjenjang sudah kami lakukan pada Kementerian Dalam Negeri, hal ini sudah kami antisipasi sejak awal, semua aman,” ujarnya.
Terkait laporan yang dilayangkan rekan-rekanya, hal itu diduga sengaja dimainkan oleh petahana karena yang bersangkutan tidak bisa mencalonkan diri kembali akibat melakukan pelanggaran undang-undang Pilkada.
“Pelantikan pejabat pada tanggal 22 Maret 2024 itu memang fatal, dan jelas-jelas melanggar undang-undang, sehingga para pejabat harus dikembalikan pada jabatannya semula, hal ini memang pelanggaran yang ada resikonya,” tuturnya.
Vebry menambahkan, selain persoalan pelantikan 22 Maret 2024 yang dilanggar oleh Wali Kota Bitung adapun surat Badan Kepegawaian Negara (BKN) nomor 31487/B-AK.02.02/SD/F/2022 penyelesaian permasalahan pemberhentian JPT Pratama di pemerintahan kota Bitung, ada juga Surat Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) nomor B-3392/JP.01/09/2023 tentang rekomendasi pengembalian jabatan di jajaran Pemerintah Kota Bitung.
“Surat kedua dari KASN nomor B-447/JP.01/02/2024 tentang penegasan tindak lanjut rekomendasi pengaduan dan penyelidikan kota Bitung. Surat Kementerian Dalam Negeri nomor 800/8299/OTDA tentang klarifikasi terhadap pengaduan terkait permasalahan kepegawaian di lingkungan pemerintah daerah Kota Bitung. Terakhir surat dari Kementerian Sekretariat Negara nomor B-10/D-2/Dumas/DM.04/05/2024. Dan 5 surat dari lembaga negara tersebut, semuanya diabaikan oleh Wali Kota Bitung,”ungkap Vebry.
Terkait alasan tidak majunya Wali Kota Bitung pada Pilkada 2024 karena fokus pada alasan lain itu tidak benar.
“Negara yang membatalkan pencalonan dirinya sebagai Walikota Bitung, karena semua pelanggaran diatas, alasan tidak maju dengan alasan lain, itu hanya pengalihan isu saja, yang bersangkutan tidak maju karena dihalangi banyak persoalan,” Ungkap Vebri. (Yaps)