
CAHAYASIANG.ID, Manado – Kasus dugaan penggunaan identitas ganda oleh seorang pengusaha tambang bernama Bos Lukas kembali menjadi sorotan publik. Pengusaha yang memiliki lahan tambang seluas 16 hektare di kawasan Lanut, Sulawesi Utara, ini diduga sering menggonta-ganti Kartu Tanda Penduduk (KTP) di berbagai wilayah di Sulut.
Fenomena ini menarik perhatian salah satu aktivis perempuan Sulawesi Utara, Yuni Wahyuni Srikandi, yang dikenal vokal, humoris, dan merakyat dalam memperjuangkan hak-hak rakyat kecil. Bunda Yuni—sapaan akrabnya—mengaku geram setelah menerima kiriman berita dari seorang jurnalis yang mengungkap kepemilikan beberapa KTP dengan alamat berbeda yang diduga milik Bos Lukas Alias Deden Suhendar.
Fakta di Lapangan: KTP Palsu Terungkap

Setelah menerima laporan tersebut, Bunda Yuni langsung melakukan klarifikasi ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Manado. Dari hasil konfirmasi yang didapat, pihak Dukcapil Manado membenarkan bahwa Bos Lukas memang pernah memiliki KTP beralamat di Manado, namun pekerjaannya terdaftar sebagai wiraswasta, bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti yang beredar.
Lebih lanjut, pada tahun 2019, Bos Lukas diketahui telah berpindah domisili ke Kabupaten Minahasa, tepatnya di Desa Manembo, Kecamatan Langowan Selatan. Data terakhir menunjukkan bahwa KTP yang beredar dengan berbagai alamat di beberapa daerah Sulut patut diduga sebagai dokumen palsu.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, setiap warga negara hanya diperbolehkan memiliki satu KTP elektronik dengan satu nomor induk kependudukan (NIK). Jika terbukti memiliki lebih dari satu KTP atau melakukan pemalsuan data kependudukan, pelaku dapat dikenakan sanksi pidana.
Desakan Penegakan Hukum
Dengan adanya dugaan pemalsuan dokumen kependudukan ini, Bunda Yuni mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Polda Sulawesi Utara, untuk segera bertindak tegas. Menurutnya, praktik manipulasi identitas ini bukan hanya merugikan individu lain secara materiil dan immateriil, tetapi juga mencederai sistem administrasi kependudukan serta berpotensi merugikan pemerintah daerah.
“Ko Lukas ini sudah seperti manusia siluman! Dia bisa dengan mudah memiliki berbagai identitas di berbagai daerah demi kepentingan bisnisnya. Ini bukan masalah sepele, ini penipuan administrasi yang harus segera diusut tuntas!” tegas Bunda Yuni.
Terkait dugaan tindak pidana ini, Bos Lukas dapat dijerat dengan Pasal 96 dan Pasal 97 UU No. 24 Tahun 2013, yang menyebutkan bahwa:

- Pasal 96: Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan dokumen kependudukan atau menggunakan dokumen kependudukan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp75 juta.
- Pasal 97: Setiap pejabat atau petugas yang dengan sengaja menerbitkan dokumen kependudukan yang tidak sesuai dengan data kependudukan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp75 juta.
Aktivis perempuan yang selalu lantang bersuara untuk kepentingan rakyat ini berharap pihak berwenang tidak tinggal diam dan segera melakukan penyelidikan mendalam atas kasus ini. Jika dugaan ini terbukti, ia mendesak agar Bos Lukas diberikan sanksi hukum yang setimpal sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.
Kasus ini masih menjadi perhatian publik dan diharapkan adanya langkah nyata dari pihak berwenang guna menegakkan hukum serta menjaga integritas administrasi kependudukan di Sulawesi Utara. (Rilis Berita – Tim Redaksi)




