Oleh: Om Lole/Aktivis/Koordinator Umum Tim Wartawan Ba Carita Sulut.
OPINI : CAHAYASIANG.ID – Menyongsong Pesta Demokrasi Tahun 2024 para politisi kita di Indonesia harusnya lebih mengedepankan ketenangan dan kearifannya. Saling menghormati, tidak menjadi agen pemicu masalah. Hal ini guna menyukseskan pemilu Pilpres dan Pemilukada dalam waktu dekat.

Namun pada faktanya hari-hari ini, kita semua diperlihatkan Drama Cawe-Cawe Ala Kura-Kura Ninja. ini sontak mengundang reaksi para Pemerhati Politik, mahasiswa maupun tokoh Bangsa dan masyarakat yang memiliki sikap nasionalisme yang tinggi serta memiliki cinta terhadap proses demokrasi yang benar.
Sejarah tak berulang. Tapi, kita bisa melindungi, menyelamatkan demokrasi kita dengan belajar dari sejarah sebelum terlambat. Kita butuh demokrasi yang punya masa depan baik. Bukan demokrasi yang dibangun dengan keserakahan. Tipu muslihat dan cara-cara jahat monopoli kekuasaan, yang menindas.
Kita melihat indikasi matinya demokrasi mulai muncul. Dimana dominasi institusi pemerintah, intervensi, dan intimidasi pejabat pemerintah dalam proses Pemilu dilakukan. Kebebasan demokrasi rakyat dikebiri, dibonsai, tak lagi diberi keleluasaan seperti sediakala.

Lahir tumbuh dan terbunuhnya demokrasi dari aspek teoritisnya telah banyak diuraikan para pakar di era ini, tatanan demokrasi di bangsa ini tidak dalam kondisi normal.
Suhu politik dan gambaran Demokrasi di Indonesia akhir-akhir ini menjadi perhatian kita semua. Tokoh Sentral dan lembaga pemerintahan menjadi sorotan berbagai pihak kaum intelektual, kaum demokrasi dan kaum pembela Hak-Hak Asasi manusia memberi reaksi atas langkah Cawe-Cawe ini.
Hal ini sangat mengganggu cita -cita Reformasi dan Ancaman Neo Orde Baru semakin Terasa. Generasi Reformasi tahu persis bagaimana Penguasa Memanfaatkan Kekuasaan Untuk Kepentingan Keluarga dan Kelompok tertentu dengan mengabaikan hukum, Demokrasi dan Rasa keadilan tanpa menghormati hak-hak asasi Manusia dan Ini menjadi ancaman besar bagi seluruh Rakyat Indonesia dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal yang Krusial adalah pada saat sebelum kunjungan Presiden RI, Joko Widodo ke Bali pada Selasa, (31/10/2023) melalui arahan Pj Gubernur Bali kepada Pol PP dengan alasan estetika, ini adalah Potret buruk dalam Berdemokrasi. Dan ini cermin dari suatu arogansi kekuasaan yang akan menghancurkan Demokrasi. Mengapa ? Pencopotan bendera partai PDIP, serta baliho bakal Capres-Cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Bali. Harus nya tidak perlu dilakukan. Karena hal ini menunjukan terjadinya politik diskriminasi, dan baliho GANJAR-MAHFUD yang diturunkan di Bali itu mencederai rasa keadilan dan ini Preseden Buruk ditengah KAMPANYE NETRALITAS APARAT NEGARA. Dan hal ini menjadi cermin dari suatu arogansi kekuasaan yang akan menghancurkan Demokrasi.
Hindari kebencian dan sentimentil yang melahirkan kemurkaan. Membuat kita saling membenci. Melahirkan sekat, bahkan akhirnya akal sehat kita semua dikotori dengan antipati. Ada hal baik harusnya diapresiasi.
Jangan karena kebencian membuat kita menggeneralisasi segala hal. Begitu juga mencintai atau menyukai, jangan berlebihan. Yang mengantar kita untuk menjadi fanatisme buta.
Membuat setiap manusia kehilangan rasa mengapresiasi atau mengakui keunggulan orang lain. Bahaya kalau akal sehat direduksi kebencian dan dendam.
Sudah saatnya di panggung politik kita mengembangkan tradisi...